Monday, June 21, 2010

Teliti sebelum membeli

Membeli rumah berarti juga memikirkan banyak aspek yang akan menyertainya, mulai dari sisi hukum, keuangan hingga emosional Anda sebagai penghuninya. Jadi, jangan tunggu diri Anda mengalami kesalahan membeli rumah gara-gara mengesampingkan tiga aspek diatas ya. Disini, kami sudah membuat daftar kesalahan yang tak sepatutnya terjadi (Jadi, jangan sampai tindakan Anda termasuk didalamnya ya!). Hmm, apa saja itu?

- Berlari sebelum berjalan. Artinya, jangan sampai Anda melupakan persiapan sebelum memutuskan membeli rumah, seperti terlalu buru-buru melihat rumah, meneliti iklan rumah yang ada di katalog, surat kabar maupun di situs penjualan properti.
Kalau sudah begini, bukan kemudahan dan keuntungan yang Anda dapatkan malahan sebuah bencana. Mereka yang kurang sreg dengan rumah barunya kemungkinan akan berkomentar seperti ini, ”Ah, bukan rumah ini yang saya inginkan”, “Ternyata ada rumah lain yang lebih bagus dan saya baru menemukannya”,  “Harga rumah ini terlalu mahal” dan sederet keluhan lainnya.
Well, kalau ini semua terjadi pada Anda, apalagi yang bisa Anda lakukan selain tetap tinggal rumah tersebut? Makanya, pikirkan lagi hal-hal penting lain yang bisa Anda temukan sebelum membeli dan mendiami rumah tersebut. Misalnya, Anda perlu berdiskusi dengan anggota keluarga untuk menanyakan pendapat mereka ataupun apakah Anda bisa menyerahkan biaya renovasi kepada si penjual rumah sehingga Anda bisa membeli rumah tersebut dalam keadaan yang lebih baik/lebih layak.

Agar KPR segera disetujui

Tak semua calon debitur kredit pemilikan rumah (KPR) dengan mudah menembus ‘barikade’ yang dipasang oleh bank. Bahkan, tak jarang, ada yang urung memiliki hunian idaman, gara-gara pihak bank tak meluluskan berkas permohonan KPR. Kalau sudah begini, bagaimana ya caranya agar berkas permohonan KPR disetujui oleh bank?
Sebenarnya, pihak bank sendiri punya alasan tertentu, mengapa mereka ingin menyeleksi kelayakan seseorang menerima pinjaman. Maksudnya disini, bank memiliki semacam “hak preogratif” untuk menentukan tingkat kelayakan tersebut.
Itulah sebabnya, seorang calon debitur yang berpenghasilan tinggi tak kunjung mendapatkan KPR. Sementara itu, mereka yang berpenghasilan pas-pasan malah dengan mudahnya memiliki KPR.  
Terlepas dari kewenangan bank tersebut, ada baiknya Anda mencermati sejumlah hal yang perlu diperhatikan saat menyampaikan berkas permohonan KPR ke bank. Dengan demikian, kemungkinan bank menolak berkas tersebut bisa diminimalkan:

 1. Pastikan semua salinan dokumen yang diminta oleh bank, sudah lengkap. Apa saja itu?
- salinan KTP
- salinan slip gaji terakhir,
- salinan KK (Kartu Keluarga),
- salinan rekening tabungan/koran beberapa bulan terakhir,
- salinan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) bila harga hunian yang dibeli termasuk kelas menengah ke atas, dan lain-lain.

2. Khusus untuk rekening tabungan/koran, sebaiknya Anda sedari awal memperhitungkan nilai dana yang disimpan. Upayakan agar beberapa bulan terakhir, saldo rekening tabungan tersebut berjumlah signifikan, misalnya beberapa tiga atau empat kali lipat nilai cicilan bakal hunian Anda per bulan.
Perlu diketahui, faktor saldo rekening tabungan inilah yang acap menjadi sandungan bagi calon debitur KPR yang berpenghasilan tinggi sekalipun. Ya, pihak bank sering memberi nilai minus kepada mereka yang tak punya saldo rekening mencukupi dalam beberapa bulan terakhir. Untuk itu, Anda cermati hal ini baik-baik sebelum mengajukan KPR.

3. Lalu, ada sejumlah dokumen pelengkap yang berperan tak kalah penting. Untuk calon debitur yang berstatus karyawan adalah  surat rekomendasi dari perusahaan. Untuk calon debitur yang berstatus pengusaha/wirastawan, sertakan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan Akta Perusahaan.
Untuk calon debitur yang berstatus profesional seperti dokter dan pengacara, sertakan surat izin praktek dan lain-lain sejenis. Yang lazim, kian bonafid nama perusahaan yang memperkerjakan ataupun dimiliki calon debitur, kian besar pula peluang bank untuk meloloskan berkas permintaan KPR. Selain itu, semakin tinggi jabatan calon debitur maka semakin besar juga kemungkinan permintaan tersebut diloloskan bank.

4. Upayakan saat mengajukan berkas permintaan KPR, Anda tak punya pinjaman lain dalam jumlah yang berarti. Selain itu, Anda tidak memiliki pinjaman yang pembayaran cicilannya tersendat ataupun macet. Misalnya pinjaman pemilikan kendaraan bermotor, utang kartu kredit, dan  lain-lain sejenis. Mengapa? Karena Bank akan memperhitungkan pinjaman tersebut ketika mereka mempertimbangkan kemampuan calon debitur.
Perlu diingat, hindari pinjaman-pinjaman lain yang memiliki total nilai angsuran hingga  sepertiga dari penghasilan. Karena Bank akan memandang Anda sebagai orang yang kurang layak mendapatkan KPR. Ingatlah selalu, maksimal nilai angsuran KPR yang dibolehkan bank yakni sepertiga dari total penghasilan keluarga.
Nah, selamat mengajukan berkas permintaan KPR!

Sumber : disini
 

Biaya-biaya pengajuan KPR

Untuk membeli hunian idaman via KPR (kredit pemilikan rumah), sebenarnya yang perlu Anda siapkan tak semata-mata biaya DP (down payment/uang muka). Ya, begitulah, Anda pun mesti bersiap membayar sejumlah biaya lain agar hunian idaman bisa digamit via KPR.

Total biaya tersebut bisa signifikan, berkisar 3% sampai 5% dari harga hunian. Apa saja biaya tersebut? Mari kita simak beberapa di antaranya.

1. Biaya Provisi

 Nilai biaya provisi  sekitar 1% dari nilai kredit yang bakal dikucurkan bank buat Anda. Andaikanlah bahwa untuk rumah seharga Rp200 juta, bank mengucurkan pinjaman senilai Rp160 juta—di sini, Anda membayar DP senilai Rp40 juta. Maka, Anda mesti membayar biaya provisi senilai Rp1,6 juta alias 1% dari Rp160 juta.

2. Biaya Appraisal

Secara rata-rata, nilai yang disematkan bank untuk biaya ini berkisar Rp300.000 sampai Rp500.000.

3. Biaya Administrasi Kredit

Nilai biaya ini berkisar Rp100.000 sampai Rp250.000.

4. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)

Besar pajak ini dihitung dengan rumus tertentu. Secara ringkas, rumus tersebut adalah sebagai berikut: (Harga Jual Hunian – Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak) x 5%.

5. Biaya Pembuatan AJB (Akta Jual Beli)

Besar biaya ini berkisar Rp1 juta.

6. Biaya Balik Nama (BBN)

Besar biaya ini tergantung ke tarif notaris yang ditunjuk, biasanya besar biaya ini di kisaran Rp1 juta.

Nah, bila kini Anda bersiap menggaet hunian idaman lewat pinjaman bank—ataupun lembaga keuangan lain, ada baiknya sedari awal memerhitungkan keberadaan biaya-biaya selain DP tersebut. Jadi, langkah Anda tak tersendat di tengah jalan.

Selamat mengincar hunian idaman!

 
 
 
 

 

HGB VS SHM

Ah, senangnya tatkala masa angsuran KPR (kredit pemilikan rumah) berakhir. Kini rumah tersebut telah 100% milik Anda, bukan lagi properti yang tengah diagunkan ke bank penggerojok KPR.

Nah, selain riang, di situ boleh dikatakan ada satu PR atawa pekerjaan rumah nan menunggu Anda. Begini, saat Anda hendak mengambil sertifikat rumah tersebut ke bank, mungkin sertifikat tersebut berwujud HGB (Hak Guna Bangunan). Belum berwujud SHM (Sertifikat Hak Milik).

Terkait itu, ada baiknya bila Anda sekaligus mendongkrak jenis sertifikat tersebut dari HGB menjadi SHM. Mumpung Anda tak lagi dibebani angsuran KPR.

Nah, untuk apa sih HGB mesti didongkrak ke SHM? Dan bagaimana cara mengurus hal itu? Mari kita simak sejumlah poin penjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

1. HGB dan SHM Berbeda Tingkat

Kelas SHM lebih tinggi ketimbang HGB.

HGB memiliki masa berlaku waktu tertentu, misalnya 20 tahun atau 30 tahun. Pasca-habisnya masa berlaku HGB, ya harus diperpanjang—sudah tentu memerlukan biaya. Berlainan dengan itu, SHM tak disandangi batas waktu. Sekali Anda memeroleh SHM buat rumah Anda, sertifikat itu berlaku selamanya. Dengan demikian, agar tak direpotkan oleh urusan perpanjangan HGB yang masa berlakunya habis, ada baiknya Anda meng-SHM-kan rumah Anda. Pun, rumah nan disemati SHM  biasanya lebih mudah diagunkan ke bank.

2. Peningkatan HGB ke SHM Bisa via Notaris

Sudah tentu, pengurusan HGB ke SHM itu memakan waktu dan tenaga. Di sini, agar tak repot, Anda bisa menggunakan jasa notaris. Biaya jasa notaris untuk hal tersebut berkisar Rp1 juta sampai Rp3 juta. Pun, bila punya waktu, proses tersebut bisa pula Anda lakukan sendiri.

3. Bagaimana Proses Pengurusan HGB Menjadi SHM?

Secara ringkas dan sederhana, kalau Anda ingin mengurus sendiri, alur proses tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mendatangi Kantor Pertanahan Setempat

Anda mesti mesti mengajukan surat permohonan kepada kepala kantor pertanahan tersebut.

Selanjutnya, Anda mesti melengkapi sejumlah dokumen sebagai berikut: AJB (Akta Jual Beli) yang sudah disahkan notaris; surat keterangan dari kelurahan bahwa rumah/tanah tidak dalam sengketa; surat dari kecamatan setempat tentang peruntukan bangunan ataupun surat ukur; salinan KTP (Kartu Tanda Penduduk); salinan Kartu Keluarga; salinan PBB (pajak bumi dan bangunan) terakhir; surat pernyataan tidak memiliki tanah lebih dari lima bidang dan luasnya kurang dari 5.000 m2.

Beberapa dokumen tersebut sudah tentu membuat Anda mondar-mandir ke kantor kelurahan ataupun kecamatan—hal yang tak terjadi bila Anda menggunakan jasa notaris.

b. Menunggu Pengumuman dari Kantor Pertanahan

Usai Anda menyerahkan dokumen-dokumen tersebut, pihak kantor pertanahan ataupun kecamatan akan membuat pengumuman perihal permohonan Anda. Bila dalam dua bulan tiada pihak yang mengajukan keberatan, maka SHM akan diterbitkan oleh kantor pertanahan.

c. Membayar Biaya Peningkatan HGB Menjadi  SHM

Besar biaya ini tergantung harga NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) dan luas tanah. Adapun formula besar biaya tersebut sebagai berikut: 2% x (NJOP Tanah – 60 Juta)

Sekadar gambaran, untuk tanah seluas 100 m2 dengan NJOP sebesar Rp1 juta per m2, Anda mesti membayar Rp800.000.

 

Selamat mendongkrak kelas sertifikat rumah Anda.

sumber : www.propertykita.com

Thursday, June 17, 2010

Membuat uang bekerja untuk anda

hohoho....dapet artikel yang bagus banget bagaimana mengatur keuangan....aku copas disini ya, siapa tau berguna buat yg baca dan buat nambah ilmu buat diriku sendiri. mudah2an juga bisa terwujud uang yang bekerja untuk saya...hahahaha *ngayal disiang bolong*
 
====================================================================================================

KOMPAS.com - Bukan hal yang keliru kalau ada yang beranggapan bahwa besarnya penghasilan tidak selalu berbanding lurus dengan besarnya kekayaan. Seseorang yang penghasilannya di atas Rp 10 juta sebulan, misalnya, bisa saja kehidupan keuangannya lebih ”susah” ketimbang karyawan yang penghasilannya sebesar Rp 5 juta per bulan.

Kok bisa begitu? Bisa saja. Sebab, berapa pun kecilnya penghasilan, sepanjang pengeluaran lebih rendah ketimbang pemasukan, berarti memiliki cash flow positif yang bisa dipergunakan untuk meningkatkan kekayaan.

Di sisi lain, berapa pun besarnya penghasilan, jika pengeluaran lebih besar dibandingkan pemasukan, posisi keuangan akan defisit. Itu berarti sebagian kebutuhan akan dibiayai oleh utang. Dus, tidak ada sumber dana yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan aset. Yang ada adalah penurunan kekayaan secara bertahap karena aset akan dipergunakan untuk pembayaran utang.

Oleh karena itu, tingkat kekayaan seseorang sebenarnya tidak diukur dari besarnya penghasilan, melainkan lebih bergantung pada karakter pengelolaan penghasilan. Singkatnya, berapa pun kecilnya penghasilan, tetap dimungkinkan menjadi kaya jika mau dan mampu melakukan inovasi dalam pengelolaan keuangan.

Apa itu inovasi keuangan? Sederhananya adalah melakukan hal yang berbeda dalam pengelolaan keuangan. Misal, jika orang kebanyakan menggunakan kartu kredit untuk berutang, dalam koridor inovasi keuangan, penggunaan kartu kredit adalah untuk memanfaatkan tenggang pembayaran sehingga Anda bisa menggunakan dana pihak lain, dalam kurun waktu tertentu tanpa biaya apa pun.

Jadi, jika Anda berbelanja pada hari ini dan kemudian melunasinya sebelum jatuh tempo, berarti Anda bisa mendapatkan tambahan cash flow dalam kurun waktu tersebut, yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal.

Bayangkan, jika Anda bisa membeli barang dengan harga ”X”, misalnya, lalu menjualnya kembali dengan harga ”X” plus keuntungan, Anda telah berbisnis tanpa modal dan bahkan memperoleh untung. Dengan kata lain, utang yang digunakan untuk kegiatan produktif merupakan salah satu inovasi keuangan. Apalagi jika utang itu sendiri diperoleh tanpa biaya apa pun, seperti penggunaan kartu kredit di atas.

Bagaimana jika utang itu menimbulkan biaya bunga? Tidak masalah. Sepanjang biaya bunga masih lebih rendah dibandingkan keuntungan yang diperoleh, tetap saja Anda tergolong kalangan yang inovatif. Jadi, ringkasnya, menumbuhkembangkan aset bisa dilakukan tanpa modal. Modal itu diperoleh dari utang. Lalu dipergunakan untuk berbisnis. Dan hasil bisnis tersebut mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan biaya utang itu sendiri.

Aset produktif
Contoh inovasi keuangan lainnya adalah memiliki sebanyak mungkin aset produktif dibandingkan aset konsumtif. Pernahkah Anda melihat pedagang yang tinggal di sebuah ruko, di mana lantai paling bawah digunakan untuk berdagang, sementara lantai di atasnya digunakan sebagai tempat tinggal?

Artinya, tempat usaha dan rumah tinggal menjadi satu. Dengan kata lain, rumah tinggal si pedagang tersebut bukan sekadar rumah tinggal, tetapi telah menjadi aset produktif yang bisa menghasilkan uang, alias tempat berbisnis. Bagaimana dengan Anda? Boleh jadi Anda memilki rumah lebih dari satu. Dan rumah yang tidak Anda tinggali setiap bulan malah menguras kantong Anda karena mesti membayar biaya listrik dan biaya pemeliharaan lainnya. Malah kondisi rumah terus merosot karena faktor usia dan lain sebagainya. Konkretnya, beberapa rumah yang Anda miliki bukan saja tidak produktif, tetapi malah menjadi beban. Oleh karena itu, rumah tersebut mesti diproduktifkan, dalam arti memberikan penghasilan, misalnya disewakan kepada pihak lain.

Selain rumah, coba lihat lagi berbagai kekayaan yang Anda miliki. Cermati apakah aset tersebut sekadar sebagai aset konsumtif, atau alat menjaga gengsi belaka, atau memang tergolong produktif. Jika Anda memiliki perhiasan emas yang nilainya meningkat, perhiasan itu tergolong aset produktif yang bisa menambah kekayaan Anda. Begitu juga dengan lukisan yang nilainya bisa saja mengalami peningkatan. Ringkasnya, aset produktif adalah aset yang memiliki nilai investasi.

Inovasi keuangan juga bisa dilakukan dengan cara pemilihan investasi yang tepat. Pengertian investasi yang tepat di sini adalah bagaimana menyuruh uang Anda ”bekerja” untuk Anda. Jadi, uang menghasilkan uang. Bagaimana caranya? Lakukan investasi aktif.

Investasi aktif adalah secara reguler memilih dan mengevaluasi investasi yang telah dilakukan. Di pasar modal, misalnya, sebagian kalangan membeli saham, lalu terus memegangnya dalam kurun waktu yang lama, dengan harapan memperoleh dividen dan capital gain. Ini memang tidak salah. Tetapi, dalam kurun waktu tersebut, bisa saja harga saham yang dipegang mengalami kemerosotan harga. Kalangan yang memegang saham tersebut boleh jadi tidak peduli atau malah menjualnya karena khawatir harga saham akan semakin merosot.

Nah, seorang investor aktif tidak akan bersikap seperti itu. Ia malah akan membeli lagi saham dimaksud pada harga yang lebih rendah. Kenapa? Karena tujuan memegang saham dimaksud adalah untuk jangka panjang. Dan ketika harga saham merosot, dilakukan pembelian agar secara rata-rata biaya pembelian saham menjadi lebih murah. Contoh-contoh lain tentang investasi aktif telah banyak diulas dalam tulisan-tulisan terdahulu di kolom ini.

Yang terakhir adalah inovasi keuangan dalam pengelolaan biaya. Pernahkah Anda mendengar istilah ”must have” vs ”nice to have”? Coba terapkan itu dalam perilaku pengeluaran biaya Anda. Berapa banyak Anda menghabiskan uang untuk membeli barang-barang yang sekadar ”nice to have”? Boleh jadi, kalau ditotal seluruh pembelian Anda, terutama pengeluaran yang bersifat harian, akan lebih banyak yang tergolong ”nice to have”.

Jika Anda bisa memotong biaya ”nice to have” 50 persen saja, akan sangat banyak tabungan yang Anda peroleh dan bisa dimanfaatkan untuk kegiatan keuangan lain yang lebih produktif. Selamat mencoba.

(Elvyn G Masassya, Praktisi Keuangan)

 
 

 

Sunday, June 13, 2010

Tips Memilih KPR

maap ya saya akan sering melakukan copas artikel tentang KPR dan rumah, soalnya saya dan suami sedang berusaha mewujudkan impian saya dan suami buat punya rumah dibekasi, maksudnya sih biar deket orang tua dan sodara. jadi klo insya allah nanti kami diberi kepercayaan untuk mempunyai momongan, akan banyak orang yg menjaga anak kami..hehehe.
mudah2an diberikan kemudahan buat mewujudkannya ya...*marimenabungstopblanja*
 
 
======================================================================================================
Pertama, pilihlah bank yang punya divisi khusus KPR. "Ini akan menjamin kenyamanan dan keamanan nasabah," saran Mike Rini dari kantor perencana keuangan Mike Rini & Asociates.

Kedua, perhatikan bunga KPR tersebut. Maklum, besarnya patokan bunga ini sangat menentukan besar angsuran tiap bulan. Ada baiknya Anda memilih bank yang mengutip bunga rendah.  Biasanya, bank juga menetapkan bunga tetap (fixed rate) selama beberapa tahun pertama dan bunga mengambang (floating rate) sesuai dengan bunga pasar di tahun-tahun berikutnya. 

Jangan lupa tanyakan besaran bunga yang berlaku untuk nasabah lama. Dengan mengetahui selisih bunga antara nasabah baru dan nasabah lama, Anda bisa membandingkan patokan bunga bank bila bank sudah memberlakukan floating rate atau ada tren kenaikan suku bunga.

Direktur Bisnis UOB Buana Safrullah Hadi Saleh menuturkan, biasanya bank menetapkan jatuh tempo berlakunya floating rate. "Nasabah harus mengikuti kesepakatan yang
dibuat di awal," katanya. 

Ketiga, perhatikan berbagai biaya yang ditetapkan bank dalam penyaluran KPR. "Sebab, biaya ini harus dibayarkan oleh calon debitur sebelum kredit cair," ajar Mike. Biaya yang lazim dibebankan bank dalam penyaluran KPR, antara lain biaya administrasi, provisi, biaya notaris, dan biaya asuransi.

Keempat, perhatikan pula fasilitas kredit. Anda harus menanyakan adanya opsi pelunasan, baik sebagian atau seluruhnya. Simak juga tentang kemungkinan fasilitas over kredit. Jangan lupa, tanyakan biaya penalti yang dikenakan bank plus sistem perhitungannya. Ada bank yang mematok biaya penalti berdasar nilai pelunasan atau sisa kredit. "Nasabah harus cerdik menghitung biaya ini," ajar Mike.

Namun, sebelum menjatuhkan KPR, tetapkan rumah dan lokasi rumah sesuai dengan kriteria Anda. Jangan memilih lokasi rumah yang terlalu jauh, karena itu akan memberatkan keuangan Anda